Jelang Eksekusi Mati TKI Satinah, Uang Diyat Belum Terkumpul

Selamatkan TKI TKI not for sale
Sumber :
  • ANTARA
VIVAnews
HP Oppo dengan Standar Militer Segera Hadir di Indonesia
– Putri TKI Satinah binti Jumadi Ahmad, Nur Afriana, berharap ibunya tidak jadi dieksekusi di Arab Saudi dan dapat segera kembali ke tanah air. Putri satu-satunya Satinah yang berusia 20 tahun itu rindu berkumpul dengan sang ibu yang telah berpisah darinya sejak tahun 2006 hingga saat ini, Selasa 11 Februari 2014.

Hernan Crespo Tolak Menyerah! Yakin Bawa Al Ain Comeback dan Juara Liga Champions Asia

Selama Satinah ditahan di penjara Buraidah, Provinsi Qaseem, Arab Saudi, Nur telah bertemu ibundanya itu sebanyak tiga kali. Satinah dijatuhi hukuman mati karena membuat majikannya tewas dan kabur dengan tas sang majikan uang berisi uang SR37.970 atau Rp122 juta.
Banjir Lahar Dingin Marapi Terjang Agam dan Tanah Datar, Korban Jiwa Berjatuhan


Di penjara, kata Nur, Satinah menyesali perbuatannya dan berusaha bertobat dengan rajin membaca Alquran. Nasib Satinah kini di ujung tanduk karena tenggat waktu yang ditentukan oleh pihak keluarga majikan Satinah bagi pemerintah Indonesia untuk membayarkan uang diyat tinggal tersisa dua bulan lagi, hingga April 2014.


Satinah semula akan dieksekusi antara 5-8 Februari 2014. Namun atas upaya Lembaga Pemaafan dan Gubernur Provinsi Qaseem yang melobi ahli waris korban, pemerintah RI masih diberi waktu untuk bernegosiasi soal nominal uang diyat hingga April mendatang.


“Dalam rentang waktu dua bulan, cepat atau lambat, kami hanya mengharapkan kepulangan ibu. Harapan kami, ibu jangan sampai dieksekusi,” kata Nur di Direktorat Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta.


Nur dan keluarganya kian sedit karena Satinah sudah pasrah akan kelanjutan kasusnya. Nur mengatakan sang ibu mulai mengikhlaskan apapun hasil akhir dari kasus pembunuhan yang membelitnya.


Lobi intensif


Nur tidak menyerah. Dia mengirimkan surat untuk ahli waris korban. Di dalam surat itu, Nur meminta agar ahli waris keluarga korban bersedia memaafkan kepada Satinah dan menerima uang diyat senilai SR4 juta atau Rp12 miliar. Namun uang diyat yang diminta pihak ahli waris keluarga korban mencapai SR7 juta atau Rp22 miliar.


“Saya bersyukur mengetahui adanya uang diyat senilai SR4 juta yang telah diberikan di Pengadilan Buraidah. Tetapi jumlah itu masih belum memuaskan karena keluarga korban meminta SR7 juta. Sebagai keluarga yang tidak mampu, kami menilai jumlah itu sangat besar,” kata Nur.


Dia berharap ada keajaiban dari donatur yang bersedia memberikan dana tambahan untuk menggenapi uang diyat menjadi SR7 juta.


Mengetahui waktu eksekusi Satinah kian dekat, Direktur Perlindungan WNI dan BHI Tatang Budie Utama Razak mengatakan pemerintah RI tidak tinggal diam. Perwakilan RI kini tengah mengupayakan pemaafan dari ahli waris yang telah memasuki usia akil balik.


Tetapi pemerintah RI berkeras hanya bisa memberikan uang diyat senilai SR4 juta. Uang itu bersumber dari anggaran Kemenlu sebesar SR3 juta atau Rp9,7 miliar, sumbangan dari Asosiasi Perusahaan Tenaga Kerja Indonesia sebesar SR500 ribu atau Rp1,6 miliar, dan sisanya dari donatur asal Arab Saudi sebanyak SR500 ribu atau Rp1,6 miliar.


Perwakilan RI akan terus berkomunikasi agar ahli waris korban bisa menerima uang diyat sejumlah yang sanggup diberikan oleh pemerintah Indonesia.


Kasus Satinah terjadi pada 16 Juni 2007. Saat itu perempuan asal Dusun Mruten, Semarang, Jawa Tengah, tersebut bertengkar dengan majikannya, Nura Al Garib. Nura memukuli kepala Satinah dengan penggaris karena Satinah berbicara dengan anak lelakinya.


Satinah pun emosi. Dia lantas memukulkan kayu penggilingan roti ke bagian tengkuk sang majikan. Satinah lantas kabur membawa tas majikannya yang berisi uang senilai SR37.970 atau Rp122 juta.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya