Kejanggalan Dana Hibah "Dinasti" Atut, dari Fiktif Sampai Alamat Palsu

Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah (paling kanan).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

VIVAnews - Tahun 2011, Indonesia Corruption Watch pernah melaporkan dugaan penyelewengan dana hibah dan bantuan sosial oleh Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ke Komisi Pemberantasan Korupsi. ICW menemukan sejumlah kejanggalan terkait alokasi anggaran tahun 2001 yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi. Tidak hanya angkanya yang naik fantastis, tapi juga proses penyalurannya.

Sebagai kilas balik, ICW mengungkapkan, dalam anggaran 2011 atau menjelang pemilukada provinsi, hibah dan bansos yang dianggarkan nyaris menyentuh angka Rp400 miliar, persisnya Rp391,463 miliar. Alokasi dana hibah mencapai Rp340,463 miliar dan bansos  Rp51 miliar. Melonjak drastis dibanding tahun anggaran 2009 yang hanya Rp74 miliar.

Dari kajian dan investigasi yang dilakukan ICW atas proses perencanaan, penetapan penerima, penyaluran dan penggunaan hibah dan bansos Provinsi Banten tahun 2011, ada lima pelanggaran yang terjadi, yakni:

Penerima hibah fiktif

Uji petik yang dilakukan ICW terhadap 30 persen dari 151 lembaga yang ditetapkan sebagai penerima hibah dengan mengecek langsung ke alamat ternyata banyak yang fiktif.

Misalnya Forum Pengembangan Ekonomi Syari’ah dan SDA yang beralamat di Jalan Blok Malang No. 91 Kelurahan Poris Plawad, Cipondoh, Kota Tangerang.  Walau alamatnya ada, namun pemilik rumah mengaku rumahnya hanya untuk tempat tinggal dan tidak mengetahui keberadaan FPES dan SDA. Begitu pula ketua RT dan ketua RW yang menyatakan tidak pernah mendengar adanya nama lembaga tersebut.

Begitu pula Lembaga Kajian Publik dan Otonomi Daerah, penerima hibah sebesar Rp350 juta yang beralamat di Kampung Pasir Gadung,  Cikupa,  Tangerang.  Investigator ICW tidak menemukan keberadaan lembaga tersebut. Ketika dicek ke kelurahan, tidak ada arsip di kantor kepala Desa Pasir Gadung yang menerangkan keberadaan lembaga tersebut. Seluruh staf desa yang ditanyai pun mengaku tidak mengetahui keberadaan LKPOD.

Berdasarkan hasil uji petik yang dilakukan oleh ICW, secara keseluruhan paling tidak ada  sepuluh lembaga penerima hibah yang diduga fiktif yang tersebar di beberapa daerah di Banten. Total anggaran yang dialokasikan kepada sembilan lembaga tersebut sebesar Rp4,5 miliar.

Alamat penerima sama

Dalam daftar penerima hibah ditemukan nama penerima yang tidak jelas dengan alamat yang sama. Setidaknya ada delapan penerima hibah yang memiliki alamat sama yaitu Jalan Brigjen KH Syam’un No.5 Kota Serang dan empat lembaga dengan alamat sama yaitu Jalan Syekh Nawawi Albantani Palima Serang. Dana yang digelontorkan antara lain untuk PKK Provinsi Banten, safari ramadhan, serba baduy, dan lain-lain.

Total alokasi anggaran untuk dua belas lembaga yang alamatnya sama ini mencapai Rp28,9 miliar. Masing-masing lembaga yang beralamat di Jalan Brigjen KH Syam’un No.5 Kota Serang sebesar Rp22.550.000.000 dan empat lembaga yang beralamat di Jalan Syekh Nawawi Albantani Palima Serang sebesar Rp6.400.000.000.

Penelusuran VIVAnews, Jalan Brigjen KH Syam’un No.5 Kota Serang merupakan alamat Gedung Pendopo Gubernur Banten. Sedangkan Jalan Syekh Nawawi Albantani Palima Serang merupakan kawasan Kantor Pusat Pemerintahan Provinsi Banten.

Lembaga penerima diketuai keluarga Ratu Atut

Total dana yang disistribusikan ke lembaga yang dipimpin keluarga Ratu Atut, mulai dari suami, kakak, anak, menantu, dan ipar mencapai Rp29,5 miliar. Rinciannya antara lain:

Jaksa Sebut SYL Bayar Tagihan Kartu Kredit Ratusan Juta Pakai Uang Hasil Korupsi di Kementan

1. KNPI Provinsi Banten dengan ketua Aden Abdul Khalik (adik tiri-ipar Atut) sebesar Rp1,85 miliar
2. Tagana Banten, dengan ketua Andhika Hazrumy (anak Atut) sebesar Rp1,75 miliar
3. PMI Banten, dengan ketua Ratu Tatu Chasanah (adik Atut) Rp900 juta
4. PW GP Ansor yang bendaharanya Andhika Hazrumy sebesar Rp 550 juta
5. Himpaudi Banten, ketuanya Ade Rossi (menantu Atut) sebesar Rp3,5 miliar
6. P2TP2A, ketuanya Ade Rossy sebesar Rp1,5 miliar
7. Dewan Kerajinan Nasional, ketuanya Hitmat Tomet (suami Atut) Rp750 juta.
8. GWKS, ketuanya Ratu Tatu Chasanah sebesar Rp700 juta
9. Karang Taruna, ketuanya Andhika Hazrumy sebesar Rp1,5 miliar
10. Dekopinwil, ketuanya Ratu Tatu Chasanah sebesar Rp200 juta
11. Forum Paguyuban Banten Bersatu, ketua Ratu Tatu Chasanah Rp500 juta
12. IMI Banten, ketua Tubagus Haerul Jaman (adik Atut) sebesar Rp200 juta
13. Koalisi Politisi Perempuan Indonesia, ketua Ratu Tatu Chasanah Rp200 juta
14. Gerakan Pemuda Ansor Kota Tangsel, ketua Tanto (menantu Atut) Rp400 juta

Jumlah hibah yang diterima tak sesuai pagu

Lembaja kajian sosial dan politik Kabupaten Pandeglang, yang harusnya menerima Rp500 juta, realisasinya hanya Rp35 juta. Begitu juga dengan Lembaga Kajian Ekonomi Banten, dari pagu yang ditetapkan Dinas Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Provinsi Banten sebesar Rp500 juta hanya menerima Rp35 juta.

Penerima tidak jelas

Pemerintah Provinsi Banten mengalokasikan anggaran bantuan sosial sebesar Rp51 miliar. Akan tetapi dari 160 penerima dana bantuan sosial, pemerintah daerah Banten hanya mencantumkan 30 nama lembaga atau kepanitiaan dan tidak didukung oleh alamat yang jelas.  Sedangkan sisanya, 130 penerima atau 81,3 persen penerima bantuan sosial  hanya ditulis ‘bantuan sosial daftar terlampir”.

Terkait data ICW dan desakan agar KPK kembali membuka kasus ini, juru bicara keluarga Ratu Atut, Fitron Nur Ikhsan kepada VIVAnews, menegaskan, data ICW harus dibuktikan kebenarannya.

Dokter Boyke Sebut Perilaku Menyimpang Homoseksual Bisa Terjadi di Dalam Sel Tahanan

"Yang kasus ini (penangkapan adik Atut, Tubagus Chaeri Whardana) saja yang diproses hukum masih menggunakan azas praduga tak bersalah," kata Fitron.

Fitron sendiri tak merasa heran dan maklum kalau kasus dugaan penyalahgunaan hibah dan bansos pada tahun 2011 yang dilansir ICW saat ini mencuat kembali, seiring kasus penangkapan adik kandung Atut. "Kita maklum saja," katanya.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho ke Dewas, Ada Apa?

Namun yang perlu dicermati, kata dia, dalam hal penyaluran dana hibah dan bansos, gubernur tidak mengurus langsung. Ada prosedur yang harus dipatuhi dan itu semua sudah dilaksanakan.

Jika kebetulan ada lembaga penerima hibah atau bansos yang kebetulan diketuai kerabat Ratu Atut, itu kebetulan semata. "Logikanya jangan dibalik. PMI, misalnya. Itu ketuanya Ibu Tatu. Itu kan PMI, hibah memang harus diberikan untuk PMI, ada amanatnya dalam undang-undang," kata dia.

Kalau dari penerima ada penyimpangan, imbuh dia, bisa ditempuh prosedur hukum. "Kita akan buktikan, kalau memang tidak salah. Tapi tidak bisa langsung dibenturkan dengan Ibu Atut. Sebab ini tugas semua, penerima juga," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya